KISTA OVARIUM


BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.   Definisi
      Kistoma adalah tumor berupa kantong berupa cairan atau setengah cairan. (Mardiana, 2000)
      Ovarium adalah organ dalam reproduksi wanita yang menghasilkan sel telur atau ovum. (Prawirohardjo, 1999)
      Kista  ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal, folikel de graf atau korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium ( Smelzer and Bare. 2002 : 1556 ).
      Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan / abnormal pada ovarium yang membentuk seperti kantong (Agusfarly, 2008).
      Kista adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan atau benda seperti bubur (Dewa, 2000).
      Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium.
      Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh di mana saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di dalam atau permukaan ovarium (indung telur) disebut kista ovarium atau tumor ovarium.
      Kistoma Ovari merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan tumor ovarium yang dijumpai yang paling sering adalah kista dermonal, kista coklat atau kista lutein, tumor ovarium yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam panggul. (Nurarif & Kusuma, 2015)
      Kista Indung Telur biasanya berupa kantong yang tidak bersifat kanker yang berisi material cairan atau setengah cair. Meskipun kista tersebut biasanya kecil dan tidak menghasilkan gejala, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meyakinkan hal ini bukan kanker. (Nugroho & Utama, 2014)
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan kista ovari merupakan jaringan yang terdapat pada organ ovarium yang dapat mengganggu fungsi normal dari ovarium maupun saluran reproduksi lainnya.

2.2.  Etiologi
Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti, kemungkinan dari bahan bahan yang bersifat karsinogenik, bisa zat kimia, polutan, hormonal dan lain lain. Adapun penyebab lainnya antara lain :
1.      Adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuhan abnormal dari folikel ovarium.
2.      Sel telur yang mengalami parthenogenesis, yaitu pertumbuhan dan perkembangan embrio atau biji tanpa fertilisasi.
3.      Penyakit-penyakit infeksi : endometrisis

Beberapa faktor pemicu yaitu:
1.        Faktor eksternal
a.    Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
b.    Merokok dan konsumsi alcohol
c.    Sosial ekonomi yang rendah
d.    Kurang olah raga
2.        Faktor internal
a.    Faktor genetic
b.    Wanita yang menderita kanker payudara
c.    Riwayat kanker kolon
d.    Gangguan hormone (Manuaba, 1998)


2.3.  Klasifikasi
1.    Kista Fungsional
Sering tanpa gejala, timbul gejala rasa sakit bila disertai komplikasi seperti terpuntir/ pecah, tetapi komplikasi ini sangat jarang. Dan sangat jarang pada kedua indung telur. Kista bisa mengecil dalam waktu 1-3 bulan.
2.    Kista Dermoid
Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi beberapa jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista pecah.
3.    Kista Cokelat (Edometrioma)
Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan terlihat keluar dari kemaluan seperti darah) ; tidak terletak dalam rahim tetapi melekat pada dinding luar indung telur. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilkan darah haid yang akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua indung telur. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid/ sexsuale intercourse.
4.     Kistadenoma
Berasal dari pembungkus indung telur yang tumbuh menjadi kista. Kista jenis ini juga dapat menyerang indung telur kanan dan kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti VU sehingga dapat menyebabkan inkontinensia. Jarang terjadi tetapi mudah menjadi ganas terutama pada usia diatas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun. (Manuaba, 1998)
Sedangkan untuk stadium kista ovarium adalah sebagai berikut :
Stadium
Batasan
Stadium I
Pertumbuhan tumor terbatas dalam ovarium.
IA
Tumor hanya berbatas di satu ovarium :
Kapsul utuh
Kapsul sudah diinfiltrasi tumor atau kapsul pecah
IB
Pertumbuhan tumor pada satu ovarium dan tidak ada acites
IC
Seperti IA dan IB dengan acites atau pemeriksaan sitology cairan peritoneum, positif sel kanker
Stadium II
Tumor tumbuh pada satu atau kedua ovarium dengan perluasaan ke organ rongga panggul lain.
IIA
Penyebaran tumor sampai ke tuba atau uterus
IIB
Penyebaran tumor ke organ panggul lain, termasuk ke rongga peritoneum
IIC
Seperti IIA dan IIB, disertai acites dan pemeriksaan cairan peritoneum, positif sel kanker
Stadium III
Tumor terbatas dalam rongga panggul, dengan penyebaran rongga perut di luar panggul dan atau kelenjar getah bening di dalam rongga perut positif mengandung sel kanker.
Stadium IV
Terjadi penyebaran luas atau ketempat organ yang jauh dari rongga panggul.
(Reder, 2012)

2.4.  Manifestasi Klinis
Tanda- tanda yang sering dialami klien dengan kista ovarium adalah :
1)      Sering tanpa gejala.
2)      Nyeri saat menstruasi
3)      Nyeri di perut bagian bawah.
4)      Nyeri saat buang air
5)      Sakit pada daerah panggul sebelum atau selama siklus menstruasi
6)      Nyeri pada saat berhubungan badan.
7)      Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
8)      Pembesaran pada perut bagian bawah kanan atau kiri atau keduanya
9)      Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil dan/atau buang air besar.
10)  Siklus menstruasi tidak teratur; bisa juga jumlah darah yang keluar banyak
11)  Sakit pada punggung bawah atau paha
12)  Nyeri pada payudara
13)  Mual dan muntah
14)  Badan demam atau meriang
15)  Pingsan atau pusing
16)  Napas cepat
      Pertumbuhan tumor ovarium dapat memberi gejala karena besarnya, terdapat perubahan hormonal atau penyakit yang terjadi, tumor jinak ovarium yang diameternya kecil sering di temukan secara kebetulan dan tidak memberikan gejala klinik yang berarti. (Manuaba,1998).
Gejala akibat tumor ovarium dapat di jabarkan sebagai berikut :
1.    Gejala akibat pertumbuhan.
Dapat menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah, sehingga mengakibatkan penekanan kandung kemih yang dapat menimbulkan gejala gangguan miksi, selain itu tekanan tumor dapat mengakibatkan obstipasi, edeme pada tungkai. Pada tumor yang besar dapat terjadi tidak nafsu makan dan rasa sesak.
2.    Gejala akibat pertumbuhan hormonal.
Ovarium merupakan sumber hormon utama wanita, sehingga bila menjadi tumor menimbulkan gangguan terhadap siklus menstruasi yang dapat berupa amenore dan hipermenore.
3.    Gejala akibat komplikasi yang terjadi pada tumor.
a.    Perdarahan intra tumor.
Perdarahan yang mendadak dalam jumlah yang banyak akan terjadi ditensi cepat dari kista yang dapat menimbulkan nyeri perut mendadak.
b.    Putaran tungkai.
Tumor yang bertungkai sering terjadi putaran tungkai, apabila putaran terjadi secara perlahan tidak menimbulkan nyeri, tetapi jika putaran terjadi secara mendadak dapat menimbulkan nyeri pada abdomen.
c.    Terjadi infeksi pada tumor.
Interaksi dapat terjadi jika tumor dekat dengan sumber kuman patogen seperti appendiksitis.
d.    Robekan dinding kista.
Terjadi robekan di sebakan karena teori tungkai kista yang akan
berkibat isi kista tumpah ke dalam ruangan abdomen.
e.    Perubahan keganansan.
Keganasan kista di jumpai pada usia sebelum menarchea dan di atas
usia 45 tahun
(Manuaba, 1998).
2.5.  Patofisiologi
      Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan salah satu hormon tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormon hipofisia dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium, folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista didalam ovarium. Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2,8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista di tengah – tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisas, korpus luteum mula –mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak.
      Gambaran dari kista ini terdiri dari folikel-folikel pra ovulasi yang
mengalami atresia dan berdegenerasi pada ovarium, di ovarium ini folikel folikel ini tidak mengalami ovulasi karena kadar hormon FSH rendah dan hormon LH tinggi pada keadaan yang tetap ini menyebabkan pembentukan androgen dan estrogen oleh folikel dan kelenjar adrenal yang mengakibatkan folikel anovulasi dan berdegenerasi dan membentuk kista. Kista ovarium dapat menimbulkan komplikasi berupa invertilitas akibat tidak adanya ovulasi dan beresiko terjadinya pembentukan tumor-tumor dependen di payudara endometrium (J. Charwim, 1997).
      Penatalaksanaan pada kista ovarium adalah dengan pengangkatan kista dengan cara melakukan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung kista, akan tetapi jika kista besar atau ada komplikasi perlu di lakukan pengangkatan ovarium. Biasanya di sertai dengan pengangkatan tuba (salpingo-oofarektomi). Pada saat melakukan pembedahan kedua ovarium harus di periksa untuk mengetahui apakah kista di temukan pada satu atau pada dua ovarium (Prawiroharjo, 1999).

7.  Penatalaksanaan
1.    Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista.
2.    Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
3.    Jika ukuran kista lebih dari 10 cm dan asimtomatik
a.    Trisemester pertama : lakukan observasi untuk pertumbuhannya atau komplikasi yang terjadi
b.    Trisemester kedua : lakukan penggakatan kista dengan laparotomi untuk mencegah komplikasi.
4.    Jika kista antara 5-10cm lakukan follow up, laparotomi mungkin di perlakukan bila ukuran kistannya membesar atau tidak mengecil.
5.    Jika ukuran kista kurang dari 5cm pada umumnya akan menghilang dengan sendirinya.
6.    Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.
7.    Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga. (Prawiroharjo, 2009)

2.8.  Pemeriksaan Penunjang
1.    Laparoskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat sifat tumor itu dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
2.    Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang kadang dapat dilihat gigi dalam tumor. Penggunaan rontgen pada pigtogram intravena dan pemasukan bubur barium dalam kolon disebut diatas.
3.    Parasintesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan sebab asites perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan cavum peritonei dengan kista bila dinding kista tertusuk.
4.    Ultrasonography (USG)
Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga kita tidak bisa mendengarnya sama sekali. Suara yang dapat didengar manusia mempunyai frekuensi antara 20-20.000 Cpd (Cicles perdetik = Hz) masing masing jaringan tubuh mempunyai impedence acustik tertentu dalam jaringan yang heterogen akan ditimbulkan bermacam-macam echo, disebut anechoic atau echofree atau bebas echo. Suatu rongga berisi cairan bersifat anechoic, misalnya kista asites, pembuluh darah besar,pericardial,atau pleural effusion. Pada USG kista ovarium akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat ( kadang-kadang oval ) dan terlihat sangan ecolucent dengan dinding yang tipis/tegas/licin, dan di tepi belakang kista nampak bayangan echo yang lebih putih dari dinding depannya. Kista ini dapat bersifat unillokuler (tidak bersepta) atau multilokuler (bersepta-septa). Kadang-kadang terlihat bintik-bintik echo yang halus-halus ( internal echoes) di dalam kista yang berasal dari elemen-elemen darah didalam kista.
a.    Transapdominal sonogram
Transabdominal ultrasonography lebih baik dibandingkan endovaginal ultrasonography untuk mengevaluasi besarnya massa serta struktur intraabdominal lainnya, seperti ginjal, hati, dan asites. Syarat pemeriksaan transabdominal sonogram dilakukan dalam keadaan fesika urinaria terisi atau penuh.
b.    Endvaginal Sonogram
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan atau memperlihatkan struktur pelvis. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara endovaginal. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan vesika urinaria kosong.
c.    Kista dermoid
Gambaran USG kista dermoid menunjukkan komponen yang padat yang dikelilingi dengan klasifikasi
d.    Kista endometriosis
Menunjukkan karakteristik yang difuse, low level echoes pada endometrium yang memberikan gambaran yang padat.
e.    Polikistik ovarium
Menunjukkan jumlah folikel perifer dan hiperrechoid stroma.
5.    MRI
Gambaran MRI lebih jelas memperlihatkan jaringan halus dibandingkan dengan CT-Scan serta ketelitian dalam mengidentifikasi lemak dan produk darah. CT-Scan dapat pemberian petunjuk tentang organ asal dari masa yang ada. MRI tidak terlalu dibutuhkan dalam beberapa atau banyak kasus. USG dan MRI jauh lebih baik dalam mengidentifikasi kista ovarium dan massa atau tumor pelvis dibandingkan dengan CT-Scan.
6.    Hitung darah lengkap. (Nurarif & Kusuma, 2015)
2.9.  Komplikasi
1.    Perdarahan dalam kista : Perlahan menimbulkan rasa sakit dan kemudian mendadak menjadi akut abdomen
2.    Torsi tangkai kista. Dapat terjadi pada tumor dengan panjang tangkai sekitar 5cm atau lebih dan ukurannya masih kecil dan gerakan yang terbatas, sering terjadi pada saat hamil, dan pasca partus dan akut abdomen.
3.    Robekan dinding kista disebabkan oleh trauma langsung pada kista ovary terjadi saat torsi kista dan dapat menimbulkan perdarahan akut abdomen.
4.    Infeksi kista menimbulkan gejala dolor, kolor dan fungsiolesia. Perut tegang dan panas hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan gejala infeksi.
5.    Degenerasi ganas. Keganasan ovarium silent killer diketahui setelah stadium lanjut, sedangkan perubahan tidak jelas. Gejala keganasan kista ovari : tumor cepat membesar, berbenjol-benjol, terdapat acites, tubuh bagian atas kering sedangkan bagian bawah terjadi odema.
6.    Kista ovarium yang besar dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut dan dapat menekan vesika urinaria sehingga terjadi ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih secara sempurna. Kemudian dapat juga terjadi infeksi pada tumor yang menimbulkan gejala : badan panas, nyeri pada abdomen, mengganggu aktifitas sehari-hari.
7.    Massa kista ovarium berkembang setelah massa menopause sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Factor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.
8.    Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi.
9.    Peningkatan resiko pembentukan tumor-tumor dependen-estrogen di payudara dan endometrium. (Pustika, (Reeder, Martin, & Griffin, 2011)1996)
2.10.   Discharge Planning
1.    Konsultasikan dengan dokter tentang pencegahan
2.    Hindari factor-faktor pencetus penyakit dan istirahat yang cukup
3.    Biasakan olahraga teratur dan hidup bersih serta konsumsi makanan yang banyak mengandung gizi
4.    Pakailah alat kontrasepsi jika melakukan senggama
5.    Pemakaian kontrasepsi oral dapat di gunakan untuk menekan aktifitas ovarium dan menghilangkan kista
6.    Jika sedang hamil segera periksakan ke dokter untuk pemeriksaan USG untuk mengetahui secara dini adakah kista yang menyertai
7.    Konsultasikan ke dokter tentang penanganan selanjutnya karena dapat mengganggu proses kehamilan selanjutnya. (Nurarif & Kusuma, 2015)


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1.    Anamnesa
a.    Identitas Klien
Meliputi umur (usia Produktif), pekerjaan, alamat, diagnose medis serta data penanggung jawab. Alasan masuk rumah sakit, biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada massa di daerah abdomen, mual, perdarahan.
b.    Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan klien saat ini. Keluhan yang dirasakan klien post oprasi biasanya nyeri sebagai efek dari pembedahan. Seperti : cemas, gangguan aktifitas, dan gangguan nutrisi.
c.    Riwayat kesehatan dahulu
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan klien sebelum menderita penyakit sekarang, seperti pernah mengalami kanker atau tumor pada organ lain
d.    Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga klien ada yang menderita penyakit seperti yang diderita klien, dan u ntuk menentukan apakah ada penyebab herediter atau tidak.
e.    Riwayat perkawinan
Jumlah perkawinan dan lama perkawinan merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya tumor ovarium.
f.     Riwayat kehamilan dan persalinan
Dengan kehamilan dan persalinan atau tidak, hal ini tidak mempengaruhi tumbuh atau tidaknya suatu tumor ovarium.
g.    Riwayat menstruasi
Klien dengan tumor ovarium kadang-kadang terjadi di gumenorhe dan bahkan sampai amenorhe.
2.    Pemeriksaan Fisik
1.    Pemeriksaan Head to toe
     Dilakukan dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis
a.       Kepala
a)   Hygiene rambut
b)   Keadaan rambut
b.      Mata
a)   Sclera                      : Ikterik atau tidak
b)   Konjungtiva            : Anemi atau tidak
c)   Mata                        : Simetris atau tidak
c.       Leher
a)   Ada atau tidak adanya pembengkakan kelenjar tiroid
b)   Ada atau tidak adanya tekanan vena jugularis
d.      Dada
      Pernafasan
a)   Jenis pernafasan
b)   Bunyi nafas
c)   Penarikan sela iga
e.       Abdomen
a)   Nyeri tekan pada abdomen
b)   Teraba massa pada abdomen
f.        Ekstremitas
a)   Nyeri panggul saat beraktifitas
b)   Tidak ada kelemahan
g.      Eliminasi, urinasi
a)   Adanya konstipasi
b)   Susah BAK

2.    Pemeriksaan Menggunakan Pola
a.       Pola aktivitas atau istirahat
Kelemahan atau keletihan perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan tidur adanya factor-faktor yang mempengaruhi tidur :
a)   Nyeri
b)   Ansietas
c)   Keterbatasan
d)   Partisipasi dalam hobi dan latihan
b.      Pola sirkulasi
Palpitasi, adanya nyeri dada dan perubahan tekanan darah
c.       Pola pengetahuan
Factor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang perubahan dalam penampilan insisi (pembedahan), perasaan tidak berdaya, depresi dan menarik diri
d.      Pola eliminasi
Perubahan pada defekasi missal :
a)      Adanya darah feses
b)      Nyeri saat defekasi
c)      Perubahan eliminasi-eliminasi
d)      Urinarius
e.       Pola nutrisi
Terjadinya anoreksia, mual atau muntah, intoleransi makanan, perubahan dalam berat badan, perubahan pada kelembaban turgor kulit dan edema, iritasi lambung.
f.        Pola sensorik
Pusing, sinkop
g.      Pola pernafasan
Merokok, pemajanan abses
h.      Pola seksualitas
Perubahan pada tingkat kepuasan, nyeri saat senggama
i.        Pola interaksi social
Ketidak adekuatan atau system pendukung. Riwayat perkawinan masalah atau fungsi tanggung jawab atau peran.
3.    Data Sosial Ekonomi
Tumor ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan berbagai tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.
4.    Data Spiritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan kepercayaannya.
5.    Data Psikologi
Klien dengan post oprasi tumor ovarium mengalami cemas terhadap segala hal yang terjadi mengenai penyakit misalnya cemas akan perawatan luka bekas oprasi karena kurang pengetahuan klien.
6.    Pola kebiasaan sehari-hari
Biasanya klien dengan tumor ovarium mengalami gangguan dalam aktifitas dan tidur karena merasa nyeri
7.    Rencana pulang
Hal ini perlu dikaji untuk mengidentifikasi bantuan yang dibutuhkan klien untuk keperawatan dirumah.
3.2.Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri akut b/d agen cidera fisik
a.    Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa.
2.    Resiko perdarahan b/d ( komplikasi peritonitis ) dan efek samping terkait perdarahan histerektomi
a.    Definisi : beresiko mengalami penurunan volume darah yang dapat mengganggu kesehatan
3.     Ansietas b/d kurangnya informasi tentang penyakit
a.    Definisi : Perasaan tidak nyaman atau ke khawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) ; perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
4.     Resiko infeksi b/d prosedur invasif
a.    Definisi : mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
5.     Resiko cidera b/d efek samping terkait agen farmasutikal ( obat anastesi)
a.    Definisi : beresiko mengalami cidera sebagai akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif
6.     Resiko konstipasi b/d penurunan peristaltic usus
a.    Definisi : penurunan pada frekwensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses/ atau pengeluarran yang kering, kering dan banyak.
7.     Resiko aspirasi b/d penurunan reflek muntah, penurunan tingkat kesadaran
a.    Definisi : Resiko masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring, kotoran/debu, atau cairan ke dalam saluran trakeobronkial

3.3.Intervensi NIC-NOC

No.
Dx. Keperawatan
Tujuan
NOC
NIC
1.
Nyeri akut b/d agen cidera fisik

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri berkurang
Pain Control
-       Mengakui timbulnya nyeri (5)
-       Menggunakan langkah pencegahan (5)
-       Menggunakan untuk tindakan bantuan
-       Melaporkan perubahn nyeri pada ahli kesehatan (5)
-       Mengalami gejala yang terkait dengan nyeri (5)
-       Melaporkan control nyeri (5)

Pain Management
-      Lakukan pengkajian nyeri secara kompherensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
-      Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan
-      Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
-      Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
-      Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menentukan dukungan
-      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
-      Kurangi faktor presipitasi nyeri
-      Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal)
-      Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
-      Ajarkan tentang tekhnik farmakologi
-      Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri
-      Tingkatkan istirahat
-      Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
-      Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
-      Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

2.
Resiko perdarahan b/d komplikasi terkait penyakit (komplikasi peritonitis ) dan efek samping terkait perdarahan histerektomi

Blood loss severity
-      Kehilangan darah yang terlihat (5)
-      Hematuria (5)
-      Hematemesis (5)
-      Perdarahan pervagina (5)
-      Tekanan darah sistol berkurang (5)
-      Tekanan darah diastole berkurang (5)
Blood Coagulation
-      Hemoglobin (5)
-      Plasma fibrinogen (5)
-      Hematokrit (5)
-      Perdarahan (5)
Bleeding precautions
-          Monitor ketat tanda-tanda perdarahan
-          Catat nilai Hb dab HT sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan
-          Pertahankan bet rest selama perdarahan aktif
-          Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
-          Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak mengandung vitamin K
-          Kolaborasi dalam pemberian produk darah (platelet atau fresh frozen plasma)

Bleeding reduction
-          Identifikasi penyebab perdarahan
-          Monitor trend tekanan darah dan parameter hemodinamik (CVP, pulmonary capillary / artery wedge pressure)
-          Monitor status cairan yang meliputi intake dan output

Bleeding reduction : woud
-          Lakukan tekanan manual pada area perdarahan
-          Lakukan pressure dressing (perban yang menekan) pada area luka
-          Monitor nadi distal dari area yang luka atau perdarahan
-          Instruksikan pasien untuk menekan area luka saat batuk atau besin
-          Intruksikan pasien untuk membatasi aktivitas
3.
Ansietas b/d kurangnya informasi tentang penyakit

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien tidak cemas
Anxiety level
-      Gelisah/resah (5)
-      Keadaan stress (5)
-      Rasa gelisah/khawatir (5)
-      Otot tegang (5)
-      Wajah tegang (5)
-      Merasa ketakutan (5)
-      Merasa cemas (5)
-      TD naik (5)
-      RR naik (5)
-      Dilatasi pupil (5)
-      Berkeringat (5)
-      Merasa pusing (5)
-      Lelah (5)
-      Gangguan tidur (5)
-      Penurunan produktivitas (5)
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
-          Gunakan pendekatan yang menenangkan
-          Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
-          Jelaskan semua prosedur dana pa yang dirasakan selama prosedur
-          Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
-          Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

3.4.Implementasi
1.    Mengkaji tingkat dan identitas nyeri
2.    Memantau tingkat kecemasan
3.    Mengatur posisi senyaman mungkin
4.    Mengajarkan teknik relaksasi
5.    Berkolaborasi dengan  tim medis lain
6.    Melakukan observasi keadaan luka operasi
7.    Melakukan perawatan luka
8.    Meninggkatkan asupan makanan yang bergizi

3.5.Evaluasi
1.      Pasien dapat mengatur posisi secara mandiri
2.      Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
3.      Kebutuhan nutrisi sudah terpenuhi
4.      Tidak terjadi adanya infeksi pada luka post opp

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth  Edition. USA: ISBN.
Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Lili, ismudiarti rilantono, dkk. (2001) Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.
Manuaba, I. G. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Moorhead, S. (2013). Nursing Outcome Clasification (NOC) Fifth Edition . USA: ISBN.
Nugroho, T., & Utama, B. I. (2014). Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita. Jogjakarta: Nuha Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC jilid 2. Jogjakarta: MediAction.
Poestika S, Sarodja RM (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Tridasa Printer.
Reeder, Martin, & Griffin, K. (2011). Keperawatan Maternitas Volume 1. Jakarta: EGC.

 

Komentar