KEHAMILAN EKTOPIK


BAB II
PEMBAHASAN
2.1   Definisi
Kehamilan ektopik adalah implantasi yang terjadi ditempat lain selain rongga uterus. Tempat tersebut meliputi tuba uterina,ovarium, serviks, dan abdomen. (Freser & Cooper, 2009). Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang tumbuh diluar cavum endometrium. Ini sangat membahayakan terhadap kesehatan seorang wanita dan potensi reproduksi, yang memerlukan pengenalan segera dan interfensi yang agresif secara dini. Setiap gestasi yang proses implantasinya terjadi dilokasi selain lapisan endometrium. (NORWITZ & SCHORGE, 2008)
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus, tuba falopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jrang terjadi implantasi pada ovarium rongga perut kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan di vertikel pada uterus. (Sarwono, 2007). Kehamilan Ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tunbuh kembang mencapai aterm.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi di luar endometrium uterus. Disepanjang keadaan normal ovum yang telah dibuahi (blastocyst) akan berimplantasi disepanjang endometrium kavum uteri. (Taufan, 2012)

2.2  Etiologi dan Prognosis
1.      Faktor tuba
Kerusakan pada tuba fallopi bisa menaikkan angka kehamilan ektopik setinggi 27 %. Riwayat salpingitis, 30% sampai 50% dari wanita yang di operasi karena kehamilan ektopik. Salpingitis isthmica nodosa mungkin berkaitan dengan disfungsi tuba faktor-faktor resiko lainnya:
- Pernah mengalami pembedahan tuba (15%)
- Pernah menderita ektopik (resiko rekurensi 20%)
- Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
- Hipoplasiauteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
2.      Kegagalan Kontrasepsi
Resiko terjadi kehamilan ektopik bisa mendekati 60% pada kehamilan yang terjadi setelah sterilisasi elektif.
3.      Efek Hormonal
Mengubah motilitas tuba, kehamilan ektopik naik 10 kali lipat pada kegagalan “Morning After Pill”, kenaikkan 5 kali lipat pada pemakaian pill yang mengandung hanya progestin 7% pada pasien IVF (In Vitro Fertilization), bisa jadi sebagai akibat penyakit yang telah ada pada tuba. . (Scott, 2002).
4.      Faktor Pada Dinding Tuba
-          Endometriosis sehingga memudahkan implantasi di tuba
-          Divertikel tuba kongenital menyebabkan retensi ovum
5.      Faktor Diluar Dinding Tuba
- Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba
- tumor yang menekan dinding tuba
-Pelvic Inflamantory Disease (PID). (Wiknjosatro, 2005 –Helen Varney, 2007-Cunningham, 2006).
6.      Faktor Lain
-          Hamil saat berusia lebih dari 35 thn
-          Fertilisasi in vitro
-          Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim. (Rachimhadhi, 2005).
Kehamilan Ektopik juga dapat di sebabkan oleh semua kondisi yang mempersempit tuba atau membuat tuba mengalami konstriksi. Pada beberapa keadaan tertentu, beberapa lumen tuba cukup besar untuk memungkinkan spermatozoa memasuki tuba namun tidak cukup besar untuk memungkinkan pasase ovum yang telah di buahi ke arah bawah. Kondisi berikut ini dapat mengakibatkan penyempitan tuba fallopi tersebut:
·         Riwayat penyakit radang panggul sebelumnya yang mengenai mukusa tuba dan mengakibatkan aglutinasi parsial pada permukaan yang berlawanan, sebagai contoh: salpingitis gonorea.
·         Riwayat proses imflamasi sebelumnya pada permukaan peritonium ekternal tuba fallopi, sebagai contoh, infeksi puerperal dan pasca aborsi.
·         Endometriosis dinding dan lumen tuba fallopi.
·         Kelainan perkembangan yang menyebabkan penyempitan segmental pada tuba atau tuba yang sangat panjang atau yang mengalami perlekukan.
·         Pembedahan abdominan atau tuba fallopi sebelumnya yang mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan perlengketan.
·         Sterilisasi tuba sebelumnya.
·       Penggunaan kontrasepsi oral progesteron dosis rendah. (Reeder, Martin, & Griffin, 2011)
Prognosis
          Kehamilan ektopik adalah suatu penyakit yang mengancam jiwa pada 10% kasus dan 1% dari pasien-pasien tersebut meninggal karena perdarahan internal dan shock atau komplikasi lanjut. Kehamilam ektopik dapat mengancam potensi reproduksi. Adanya keadaan tetap subur lebih dikarenakan kerja dari ovarium kontralateral. Wanita yang mengalami kehamila ektopik 2 kali kemungkinan besar akan mengalami kejadian yang berulang. Jika terjadi kehamilan intrauterin, maka kemungkinan besar kehamilan ektopik akan menghilang dan biiasanya fetus tetap viable.


2.3  Tanda dan Gejala
·         Takikardi dan Penurunan tekanan darah bila terjadi hipovolemi
·         Tidak ada menstruasi
·         Perdarahan per vaginam ireguler  (biasanya dalam bentuk bercak-bercak darah) (NORWITZ & SCHORGE, 2008)
·         Kolaps dan kelelahan
·         Pucat
·         Nyari bahu dan leher
·         Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung
·         Gangguan kencing
·         Pusing

Tanda dan gejala lain seperti :
a.       Nyeri
Gejalannya bergantung pada apakah kehamilan ektopik telah ruptur atau belum gejala yang paling sering dirasakan adalah nyeri abdomen atau pelvis. Gejala gastrointestinal dan pusing atau kepala terasa ringan juga sering dijumpai, terutama setelah terjadi ruptur. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat iritasi diafragma yang disebabkan perdarahan.
b.      Perdarahan Abnormal
Mayoritas wanita melaporkan aminore dengan berbagai tingkatan bercak atau perdarahan pervaginam. Perdarahan iterus yang terjadi dengan kehamilan pada tuba sering kali disangka menstirasi bisa. Perdarahan pada kehamilan ini biasanya berbahu, berwarna coklat gelap dan timbul secara intermitent atau terus-menerus perdarahan pervaginam yang sangat banyak biasanya dijumpai pada kehamilan tuba.
c.       Nyeri Tekan Abdomen dan Pelvis
Nyeri hebat pada pemeriksaan abdomen dan vagina, terutama ketika serviks di gerakkan, dapat dilakukan pada lebih dari tiga per empat wanita dengan kehamilan tuba yang ruptur. Namun, nyeri seperti ini dapat tidak ada sebelum ruptur.
d.      Perubahan Uterus
Karena hormon-hormon plasenta, uterus dapat membesar selama tiga bulan pertama pada kehamilan tuba. Konsistensinya juga dapat serupa dengan kehamilan normal.
     Uterus dapat terdorong ke satu sisi oleh masa ektopik, atau apabila ligmentum latum uteri terisi darah, uterus dapat sangat tergeser. Serpihan desi dua uterus bisa terjadi pada 5-10 persen wanita dengan kehamilan ektopik. Keluarnya serpihan tersebut dapat disertai kram yang sama dengan abortus spontan. (MD, 2016)
Menurut Taufan Nugroho tahun 2012 tanda dan gejalan yang juga bia muncul sebagai berikut :
1.      Perasaan nyeri dan sakit tiba-tiba didaerah abdomen dan pelviks, yang dapat menandakan keadaan rupturnya kehamilan ektopik, atau bisa terjadi sebelum terjadinya ruptur.
2.      Tanda cullen : sektar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam
3.      Trias KET : amenore, nyeri,dan per vaginal
4.      Tekanan darah normal, kecuali bila terjadi ruptur, perubahan yang terjadi antara lain adanya peningkatan ringan, respon vasovagalseperti bradikardi dan hipertensi ataupun penurunan tensi tajam disertai peningkatan nadi bila perdarahan terus berlangsung dan hipivolemi.
5.      Temperatur, setelah perdarahan akut suhu tubuh dapat turun atau meningkat >38oC bila ada infeksi.
Pemeriksaan lab
1.      Serum progesteron, pada kehamilan ektopik, kadarnya lebih rendah dibanding kehamilan normal intrauterin. Kadar  <5 ng/mL menunjukan kemungkinan besar adanya kehamilan abnormal.
2.      Adanya leukositosis (dapat mencapai >30.000/nL)
3.      Urinari pragancy test, dengan metode inhibisi aglutinasi menunjukan positif pada kehamilan ektopik sebesar 50-69%
4.      Serum β-hCG assay

2.4  Klasifikasi
a.       Kehamilan Abdominal
9,2/1000 kehamilan ektopik (10,8/100.000 kelahiran) angka motalitas sangat tinggi
·      90x lipat lebih tinggi dari kehamilan intra uterin
·      Perinatal survival 5-25%
Persalinan melalui laparotomi
·      Monitoring hemodinamik
·      Plasenta dibiarkan utuh
·      Biasanya resorbsi tanpa komplikasi
b.      Kehamilan Ovarial
Kriteria spiegelberg
·      Tuba falopi intak
·      Kehamilan melekat pada rahim oleh pembuluh darah utero  ovarium spesimen jaringan mengandung jaringan ovarium
·      Lokasi normalnya ditempati ovarium
Memerlukan tranfusi pada 35% jumlah pasien
c.       Kehamilan Servikal
Implantasi terjadi didalam kanalis endoserviks
Sangat jarang (1/1000-1/95.000 kehamilan)
Metode konservatif terbaru efektif
·      Methotrexate
d.      Kehamilan Heterotopik
Implantasi pada tempat tempat yang berbeda, insiden lebih tinggi pada penggunaan rekayasa reproduksi (asisted reproductive technologi) operasi atau pemakaian obat metro trecate secara langsung.

2.5  Pathway

2.6  Patofisiologi
      Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampula tuba (lokasi tersering, ismust, fimbriae, pars interstisialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara intercolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujungatau sisi jonjot, endosalping yang relative sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian di reabsorbsi.
      Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut.
Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor,  yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopikpun mengalami hipertropi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometriumpun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometriummenjadi hipertropik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuola. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat pada implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan akan terkompromi.(Prawirohardjo, Sarwono. 2007)

2.7  Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Laboratorium
a.      Penghitungan Hemoglobin, hematokrit, dan leukosit
Setelah perdarahan, volume darah yang habis digantikan mendekati normal oleh hemudilusi setelah satu hari atau lebih. Oleh sebab itu, pemacaan hemoglobin atau hematokrit mungkin awalnya hanya menunjjukan sedikit pengurangan . derajat leukositosis sangat berfariasi pada kehamilan ektopik terganggu (ruptur). Pada sekitar separuh wanita, bisa tercatat leukositosis sampai 30.000/uL.
b.      Hormon Chorianic Gondotropin (β-hCG)
Pemeriksaan urin dan serum terkini menggunakan enzyme-linked-ummunosorbent assays (ELISA) sensitif untuk 10 sampai 20 mIU/mL, dan positif pada 99 persen kehamilan ektopik.  Krena pemeriksaan serum positif satu kali tidak menyingkirkan kehamilan ektopik.beberapa metode berbeda telah ditemukan untuk menggunakan nilai serum kuantitatif serial untuk menegakkan diagnosis. Berbagai metode ini umum digunakan bersama dengan sonografi.
c.       Progesteron Serum
Pengukuran progesteron satu kali dapat sering digunakan untuk menegakkan kehamilan yang berkembang normal. Nilai yang melebihi 25 ng/mL menyingkirkan kehamilan ektopik dengan sensivitas 97,5 persen. Nili kurang dari 5 ng/mL memberi kesan bahwa janin-embrio mati, tetapi tidak menunjjukan lokasinya. Tingkat progesteron diantara 5 dan 25 ng/mL tidak memberikan kesimpulan apapun. (MD, 2016).
2.      Pencitraan Ultrasonografi
a.      Sonografi Transabdomen
Identifikasi  kehamilan didalam tuba uterina sulit bila menggunakan sonografi trans abdomen. Tidak adanya kehamilan dalam uterus dengan sonografi, uji kehamilan yang positif, adanya cairan didalam cavum Douglas, adanya masa abnormal pada pelfis menunjukan adanya kehamilan ektopik. Sayangnya, ultrasonografi mungkin memberi kesan kehamilan intra uteus pada bebrrapa kasus kehamilan ektopik sementara penampilan kantung intra uterus kecil sebenarnya adalah bekuhan darah atau serpihan desi dua. Sebaliknya, adanya masa adneksa atau di cavum douglas dengan sonografi tidak mebantu dengan pasti karena kista korpus luteum dan usus yang kusut kadang-kadang terlihat sepeti kehamilan tuba dengan sonografi. Penting diingat, kehamilan dalam uterus biasanya tidak diketahui dengan ultrasonografi abdonmen sampai minggu kelima hingga keenam menstruasi.

b.      Sonografi Trans Vagina (STV)
Sonografi dengan tranducer vagina dapat mendeteksi kehamilan dalam uterus sejak usia satu minggusetelah keterlambatan haid jika kadar β-hCG serum lebih dari 1000 mLU/m.L. atau lebih sangat akurat dalam mengidentifikasi kehamilan ektopik. Ditemukannya kantung gestasi berukura 1-3mm atau lebih, terletak eksentrik didalam uterus, dan dikelilingi oleh reaksi korion-desidua menadakan kehamilan intra uterus. Kutub janin didalam kantung bersifat diagnostik untuk kehamilan intra uterus, terutama jika diikuti dengan adanya aktifitas jantung janin. Tanpa kriteria terbut, ultrasonografi mungkin bersifat nondiagnostik. Pada kejadian kasus nondiagnostik,kebanyakan para ahli menganjurkan sonografi seria disertai dengan pengukuran β-hCG.
c.       Kombinasi Serum β-hCG Plussonografi
Suatu kecurigaan kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan wanita yang hemodinamika stabil, tatalaksana berikutnya bergantung pada nilai β-hCG serum dan ultrasonografi. (MD, 2016).

3.      Terapi  Pembedahan
Pembedahan konservatif sepenuhnya sesuai untuk wanita yang secara hipodinamik stabil.
a.       Salpingostomi linear laparoskopik
Prosedur yang paling sering digunakan. Suntikan vasopresin sebelum melakukan insisi linear dapat sangat mengurangi perdarahan. Kadar β-hCG serum harus dipantau sampai tidak terdeteksi pada pasien yang ditatalaksana secara konservatif karena 5-10% diantranaya akan berkembang menjadi kehamilan ektopik persisten yang mungkin memerlukan terapi lebih lanjut dengan menggunakan MTX (Metotreksat).
b.      Salpingektomi  parsial
Mencakup pengangkatan bagian tuba falopi yang rusak dan diindikasikan ketika terdapat kerusakan yang luas atau perdarahan lanjutan setelah salpingostomi. (NORWITZ & SCHORGE, 2008)

2.8  Penatalaksanaan
1.      Penanganan menunggu
Sebagian ahli memilih mengobservasi kehamilan  yang sangat dini dengan kadar β-hCG serum yang stabil atau turun. Sebanyak 1/3 wanita dengan kehamilan ektopik akan memperlihatkan kadar β-hCG yang menurun.
Interval pengambilan sampel (hari)
Peningkatan dari nilai awal (%)
1
2
3
4
5
29
66
114
 175
255
Tabel. Batas normal bawah untuk meningkatkan presentase β-hCG serum selam fase awal kehamilan di uterus.

Konsekuensi berat ruptur tuba yang mungkin terjadi, ditambah keamanan terapi medis dan bedah, penuntut terapi menunggu dilakukan hanya pada wanita yang diseleksi dan diberi informasi dengan tepat.
2.      Immunoglobulin Anti-D
Apabila wanita tersebut D- negatif namun belum tersensitisasi antigen- D maka imunnoglobulin anti D harus diberikan. (MD, 2016).
Ø  Penatalaksanaan Medis
Fase pertama dalam penatalaksanaan medis untuk mulai hidatidiform adalah penkosongan uterus D dan C merupakan prosedur yang umum dilakukan pada sebagian besar klien. Hiterktomi primer merupakan terapi alternatif pada klien yang telah melewati masa subur dan ingin melakukan sterilisasi. Jaringan yang diambil harus dievaluasi secara seksama oleh patologi.
Fase kedua dalam penatalaksanaan medis, adalah surveilans kadar β-hCG dengan menggunakan radio immunoassay untuk mendeteksi adanya perubahan yang dapat mengarah kepada malignansi trofoblasik. Protokol yang biasanya digunakan terdiri atas pengukuran mingguan kadar hcg sampai kadar tersebut kembali normal selam 3 minggu, kemudian pengukuran setiap bulan sampai kadar tersebt kembali 6 bulan, diikuti dengan pengukuran setiap 2 bulan selama 6 bulan berikutnya. Kadar β-hCG yang negatif harus terlihat dalam norma selama 6 minggu setelah evakuasi. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan panggul pada interval 2 minggu sampai remisi komplek telah terjadi, dan pemeriksaan sinar x dilakukan untuk mendeteksi metastasis. Penundaan kehamilan dianjurkan selam masa tindak lanjut untuk menghindari kebinggungan akibat adanya peningkatan kadar β-hCG.
Oleh karena penggunaan kemoterapi profilaktik merupakan tindakan yang kontrofersial dan akan mengakibatkan beberapa efek yang merugikan, maka penggunaannya tidak dianjurkan pada wanita yang mengalami hidatidiform tanpa komplikasi wanita yang mendapat kemoterapi harus diawasi secara ketat apakah ada diskrasia dan komplikasi ginjal (Reeder, Martin, & Griffin, 2011)

2.9  Komplikasi
·         Kehamilan Ektopik Persisten
Komplikasi pengobatan bedah konservatif diketahui, insiden dapat setinggi 7 %, Methotrexate dapat berguna dalam penatalaksanaan.
·         Penyakit Rh
Meskipun penggunaa RhoGAM yang kurang, tetapi tidak ada sensitisasi dari kehamilan ektopik dini yang telah dilaporkan, Dosis mini (50g) cukup dalam trimester pertama.
·         Kesulitan Diagnostik
hCG serum tidak sebanding dengan ukuran kehamilan ektopik, ruptur tuba dapat terjadi dengan turunnya kadar hCG, ektopik jarang terdeteksi dengan kadar hCG yang tak terdeteksi, Kelambatan diagnosis
- sampai 50% luput pada kunjungan pertama
- pengenalan awal adalah puncak untukmelanjutkan intervensi awal. (Scott, 2002).
  
2.10          Discarge Planing
1.      Biasakan hidup sehat dan bersih terutama organ intim
2.      Konsultasikan dengan dokter jika ingin memakai alat kontrasepsi dan terjadi kehamilan lagi
3.      Rencanakan kehamilan dengan matang dan tidak mengkonsumsi obat-obatan dapat menganggu pembuahan kehamilan
4.      Berhenti merokok
5.      Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom mengurangi resiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada jarinagan tuba yang meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. (Nurarif & Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Jilid 2, 2015).
 
 

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1   Pengkajian
A.    Anamnesis
1.    Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa,  agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
2.    Riwayat penyakit / keluhan utama : mual, muntah, nyeri abdomen
3.    Riwayat penyakit sekarang : penyakit yang dialami oleh pasien saat ini
4.    Riwayat penyakit dahulu : penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya
5.    Riwayat kesehatan keluarga : apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya pernah melahirkan atau hamil anak kembar dengan komplikasi
6.    Riwayat obstetrik:
a.       Menanyakan berapa kali ibu itu hamil
b.      Menanyakan siklus menstruasi apakah teratur atau tidak
c.       Menanyakan apakah asien mernah mengalami abortus
d.      Menanyakan apakah kehamilan sebelumnya mengalami kelainan
e.       Menanyakan apakah pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim
7.    Data Bio-Psiko-sosial-Spiritual(Data Fokus)
a.       Makan minum : nafsu makan menurun (anoreksia), mual, muntah, mukosa bibir kering pucat.
b.      Eliminasi: BAB à konstipasi, nyeri saat BAB
BAK àsering kencing
c.       Aktivitas : nyeri perut saan mengangkat benda berat,terlihat odema pada ekstremitas bawah (tungkai kaki)

3.2  Pemeriksaan Fisik
1.      Inspeksi
§  Terlihat tanda cullen yaitu sekitar pusat atau linea albakelihatan biru,hitam dan lebam
§  Terlihat gelisah, pucat,anemia, nadi kecil, anemia,nadi kecil,tensi rendah.
2.      Palpasi dan perkusi
·         Terdapat tanda-tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullnes)
·         Nyeri tekan hebat pada abdomen
·         Douglas crisp : rasa nyeri tekan hebat pada penekanan kavum douglasi
·         Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah.
·         Teraba massa retroutrein (masa pelvis)
·         Nyeri bahu karena perangsangan diafragma
·         Nyeri ayun saat menggerakkan porsio dan serviks ibu akan sangat sakit.

3.3  Diagnosa Keperawatan
1.      Devisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan perdarahan

2.      Nyeri akut yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, pendarahan intraperitonial

3.      Ansietas b/d prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan

4.       Resiko Infeksi


Daftar Pustaka
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jogjakarta: Media Aesculapius FK UI.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2012). Nursing Interventions Classification (NIC) sixth edition. United State of America: ISBN.
MD, K. J. (2016). Manual Williams Komplikasi Kehamilan Edisi 23. Jakarta: EGC.
Moore, H. (2001). Esensial obstetri dan ginekoli. Jakarta: Katalog dalam Terbitan.
Nurarif, A. H., & Kusuma , H. (2015). Aplikasi Nanda NIC-NOC jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.
Nurarif, H. A., & Hardhi, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Reeder, Martin, & Griffin, K. (2011). Keperawatan Maternitas kesehatan wanita, bayi, dan keluarga Volume 2 Edisi 18. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2012). Nursing Outcomes Clasification (NOC) fifth edition. United State of America: ISBN.
NORWITZ, E., & SCHORGE, J. (2008). OBSTETRI & GINEKOLOGI Edisi ke Dua. Erlangga.
Freser, D. M., & Cooper, M. A. (2009). Myles BUKU AJAR BIDAN. Jakarta : EGC.

Komentar